Latest News

Showing posts with label DPRD. Show all posts
Showing posts with label DPRD. Show all posts

Thursday, 9 April 2015

AM Fatwa Sebut Ahok Tak Peduli bila Dimakzulkan karena...


KOMPAS.COM/ROBERTUS BELARMINUSGubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (tengah), AM Fatwa (kiri) di GOR Ciracas, Jakarta Timur, Rabu (8/4/2015).

AM Fatwa Sebut Ahok Tak Peduli bila Dimakzulkan karena...


Anggota DPD RI dari DKI Jakarta AM Fatwa ikut berkomentar mengenai langkah sebagian anggota DPRD DKI yang berencana menggulirkan hak menyatakan pendapat kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama. Menurut dia, itu merupakan hak politik dari DPRD.

"Saya kira itu hak politik DPRD, apa pun motifnya itu tidak perlu kita campuri," kata Fatwa seusai mengikuti kegiatan peresmian GOR PKP DKI Jakarta bersama Ahok di Ciracas, Jakarta Timur, Rabu (8/4/2015).

AM Fatwa mengaku sudah berbicara dengan Ahok terkait rencana pemakzulan itu. Kata dia, Ahok tak peduli karena bila akhirnya dipecat jadi Gubernur DKI, dia masih dapat bekerja hingga 2016.

Apalagi, menurut dia, tahun 2017 sudah ada pemilihan kepala daerah baru. AM Fatwa melanjutkan, Ahok akan memanfaatkan waktu yang ada untuk melakukan perubahan di DKI. 

Melalui program seperti e-budgeting, lanjut dia, Ahok ingin meniadakan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi melalui pembaruan tersebut.

"Dia tidak peduli mau dimakzulkan. Tidak apa-apa. Asal prinsip pembaruan yang mencegah penyimpangan-penyimpangan, yang sebenarnya budaya penyimpangan seperti ini itu terjadi hampir di seluruh Indonesia. Hanya, biasa terjadi kompromi. Dalam hal ini, Ahok tidak mau kompromi," ujar AM Fatwa.

Dia mengaku sebagai orang yang mendukung Ahok. Untuk melakukan perubahan seperti yang dilakukan Ahok, lanjutnya, perlu keberanian.

"Ya, memang kadang diperlukan orang dalam tanda petik agak gila sedikit," ujar dia. Dia juga berharap Presiden Jokowi memberlakukan sistem e-budgeting tidak hanya di DKI, tetapi juga secara nasional sehingga praktik penyimpangan anggaran dapat dihilangkan.

JAKARTA, KOMPAS.com
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/04/08/11583901/AM.Fatwa.Sebut.Ahok.Tak.Peduli.bila.Dimakzulkan.karena

Tuesday, 7 April 2015

Jalan panjang menggulingkan Ahok

Jalan panjang menggulingkan Ahok

ahok hadir rapat apbd dki. ©2015 merdeka.com/imam buhori

Jalan panjang menggulingkan Ahok


Panitia Angket telah melaporkan hasil penyelidikan terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok) kepada pimpinan DPRD DKI Jakarta. Mereka menyarankan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi untuk menindaklanjuti adanya kesalahan yang dilakukan Ahok.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik menjelaskan, 33 anggota dewan telah menyepakati untuk menindaklanjuti laporan tersebut dengan mengajukan Hak Menyatakan Pendapat (HMP). Jumlah ini sudah cukup untuk memenuhi syarat untuk merealisasikannya.

Namun jalur tersebut masih panjang. Sebab DPRD DKI Jakarta masih harus membentuk Panitia Khusus (Pansus) HMP. Proses ini hanya bisa dilakukan setelah melakukan serangkaian tahapan.

Politisi Gerindra ini menjelaskan, usulan mengajukan HMP akan diberikan kepada lima pimpinan DPRD DKI Jakarta. Kemudian mereka akan menggelar Rapim untuk membahas masukan tersebut.

"Diusulkan kepada pimpinan, kemudian pimpinan bahas. Nanti hasilnya baru dibahas lagi di Bamus (Badan Musyawarah) untuk membahas usulan tersebut," ungkapnya di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (6/4).

Setelah mendapat persetujuan dari Bamus, maka akan digelar rapat paripurna. Tujuannya untuk mendengar penjelasan pihak-pihak yang mendukung HMP. Selain itu, dalam rapat tersebut, setiap fraksi juga akan menyampaikan pandangannya.

"Nanti dalam rapat paripurna tersebut akan ada usulan dan pandangan fraksi-fraksi. Lalu dibentuk panitia khusus untuk HMP," jelasnya.

Dalam panitia HMP ini, tidak hanya didominasi oleh anggota fraksi yang setuju dengan pengajuan hak ini. Sebab berdasarkan aturan, pansus ini harus terdiri dari masing-masing satu orang untuk setiap fraksi.

"Itu ada ketentuannya soal anggota Pansus HMP. Kalau dalam tatib kami, jumlahnya lupa, tapi harus dari anggota dewan dan dari segala fraksi. Bisa sampai belasan orang," katanya.

Tujuan pembentukan Pansus ini untuk mendalami temuan yang telah dilaporkan oleh Panitia Angket, sehingga dapat diambil kesimpulan mengenai solusi penyelesaian dari hak angket yang diajukan DPRD DKI Jakarta.

"HMP itu kan bisa opsinya, Mahkamah Agung atau peringatan atau nanti tergantung panitia HMP," ujarnya.

Seperti diketahui, Panitia angket telah membacakan seluruh hasil penyelidikan mereka terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Hasil setebal 32 halaman tersebut dibacakan secara bergantian oleh Veri Younevil, Aji Syamsudin dan M Ongen Sangaji.

Ketua panitia angket M Ongen Sangaji menegaskan, Ahok melakukan pelanggaran. Pelanggaran tersebut mengenai mekanisme pengiriman RAPBD DKI Jakarta 2015 dan etikanya sebagai seorang pimpinan.

Melihat hasil tersebut, politisi Hanura ini meminta Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi untuk menindaklanjutinya. Sebab mantan Bupati Belitung Timur ini telah melanggar undang-undang.

"Atas dasar penyelidikan, maka panitia angket dengan ini mengusulkan kepada DPRD, untuk menindak lanjuti pelanggaran yang telah dilakukan oleh saudara Gubernur," ungkapnya dalam rapat paripurna di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (6/4).

Adapun hasil kesimpulan panitia angket tersebut adalah:

1. Gubernur DKI jakarta telah melakukan pelanggaran terhadap UU sebagaimana diatur dalam UU no 11 Tahun 2013. Pasal 34 ayat 1 UU no 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Tahun 2008.

A. Sekretaris Daerah atas nama Gubernur telah nyata dan sengaja, mengirimkan outline Rancangan Anggaran 2015 kepada Kementerian Dalam Negeri yang bukan hasil persetujuan dan pembahasan bersama.

B. Gubernur Provinsi DKI jakarta mengabaikan kewenangan fungsi DPRD, dalam rangka fungsi anggaran berupa pengajuan usulan dalam rancangan APBD, sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat 3 dan 5 UU Nomor 11 Tahun 2003.

C. Gubernur telah melanggar UU dan peraturan terkaitnya yang berlaku dalam pembahasan dan pengesahan APBD.

2. Gubernur telah melakukan pelanggaran UU di dalam penyelenggaraan Sistem Informasi Keuangan Negara, yang analisis dalam tingkat daerah dalam bentuk e budgeting.

3. Telah melanggar etika dan norma, dalam melaksanakan kebijakan, dalam melakukan tindakan menyebarkan fitnah terhadap institusi dan anggota DPRD dengan menyatakan bahwa "DPRD sama seperti dewan perampok daerah". Tindakan tersebut merupakan penistaan, penghinaan terhadap lembaga institusi negara yang akan mengganggu pola kerja pemerintah daerah. Selain itu beberapa ucapan kata-kata yang terlontar dari gubernur "seperti bajingan, brengsek, lo pikir pake otak, gebrak meja dan marah-marah gebrak mobil dari akun Youtube. Dari media online.

4. Telah melakukan pelanggaran terhadap UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 67, bahwa kewajiban kepala daerah dan wakil untuk mentaati ketentuan dalam UU.

Merdeka.com
http://www.merdeka.com/jakarta/jalan-panjang-menggulingkan-ahok.html

Monday, 6 April 2015

Saya Bangga Tidak Memilih Penipu



SAYA BANGGA 
TIDAK MEMILIH PENIPU !!!

Saya memilih Jokowi bukan untuk menanggapi 
isu isu politik murahan dari gerombolan orang-orang serakah dan pemalas yang tidak siap 
dengan pembaharuan.

Saya memilih Jokowi untuk bekerja 
memajukan bangsa dan Jokowi saat ini 
benar-benar bekerja untuk kemajuan bangsa, 
bukan bekerja untuk citra dan juga popularitasnya.

Selamat Bekerja Pak Presiden.

Wujudkan NawaCita

Source : FB ILo Sanre

Sunday, 5 April 2015

Menteri Yuddy: Presiden Jokowi lebih demokratis dari Barack Obama

Menteri Yuddy: Presiden Jokowi lebih demokratis dari Barack Obama

Menpan-RB Yuddy Chrisnandi di Merdekacom. ©2015 merdeka.com/imam buhori

Menteri Yuddy: Presiden Jokowi lebih demokratis dari Barack Obama


 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy
Chrisnandi menyebut Presiden Joko Widodo sangat demokratis, bahkan
melebihi Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Hal ini bisa terlihat dari
cara Jokowi mencari menteri dan mengangkat bawahannya.

Menurut Yuddy, pengangkatan menteri di pemerintahan Jokowi tidak
dilakukan secara subjektif atas penilaian presiden. Namun, pengangkatan
menteri dilakukan dengan meminta pendapat banyak pihak dan bukan
hanya pihak pendukung atau kepentingan kolektif.

"Karakteristik integritas lebih kuat dari sebelumnya. Menteri menteri masuk
pemerintahan Jokowi dipilih tidak karena subjektif presiden, tidak semata
mata bergabungnya karena kepentingan kolektif politik pendukung. Ini
melibatkan aspirasi luas seperti KPK, PPATK, LSM, relawan dan banyak
lainnya," ucap Yuddy ketika berkunjung ke redaksi merdeka.com di
Jakarta beberapa waktu lalu.

Menteri Yuddy menyebut belum ada satu negara pun di dunia ini melakukan
hal yang dilakukan Jokowi. Amerika yang notabennya negara demokrasi
tidak melakukan hal ini dalam memilih pejabatnya.

"Sejarah negara manapun tidak ada seperti ini. Amerika saja kalau engga suka
ya ribut, nanti senat menolak baru dia ganti. Rakyat mau ribut Obama cuek
aja. Jokowi sangat demokratis, tidak bisa menentukan menteri sendiri," katanya.

Yuddy mengakui banyak nama calon menteri yang gugur ketika masa
pemilihan dulu. Hal ini semata mata karena kebijakan Jokowi yang tidak
mau menentukan sendiri siapa saja yang bakal jadi pembantunya.

Demokratisnya Jokowi, menurut Yuddy, juga bisa dilihat dari polemik
pemilihan Kapolri beberapa waktu lalu. Karena mendengarkan aspirasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jokowi akhirnya membatalkan pelantikan
Budi Gunawan yang merupakan calon Kapolri tunggal saat itu.

"Kalau saya Presiden Jokowi, BG (Budi Gunawan) pasti saya lantik.
Kalau diterabas apa sih risikonya, risiko politik tidak ada, paling ditinggal
sebagian pendukungnya. Lagian masyarakat kita pemaaf. Mereka akan
lupakan suatu buruk apabila kita balas baik di kemudian hari," tutupnya.
[bim]
http://www.merdeka.com/uang/menteri-yuddy-presiden-jokowi-lebih-demokratis-dari-barack-obama.html

Presiden Jokowi Akui Kenaikan DP Mobil Pejabat Belum Tepat Saat Ini

Presiden Jokowi Akui Kenaikan DP Mobil Pejabat Belum Tepat Saat Ini

Presiden Jokowi Akui Kenaikan DP Mobil Pejabat Belum Tepat Saat Ini


Jakarta - Presiden Jokowi berjanji akan mengecek Perpres yang berisi kenaikan nilai uang muka pembelian mobil pejabat negara. Selain itu dirinya juga mengakui bahwa kebijakan itu tidak tepat dilakukan saat ini.

"Saat ini bukan saat yang baik. Pertama karena kondisi ekonomi, kedua sisi keadilan, ketiga sisi (penghematan) BBM," tutur Jokowi setelah mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, dari kampung halamannya di Solo, Minggu (5/4/2015).

Perpres No 39/2015 itu membuat pejabat negara bakal menikmati fasilitas pemberian uang muka kendaraan bermotor sebesar Rp 210.890.000. Dalam Perpres itu memang tak tercantum spesifikasi kendaraan seharga itu yang dapat dibeli oleh pejabat.

Tetapi Jokowi kemudian menekankan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan uang negara biasanya dirapatkan terlebih dahulu. Untuk Perpres kali ini baru dibahas lewat pertimbangan Menteri Keuangan saja.

"Bukan, bukan kecolongan, artinya tiap hal yang menyangkut uang negara yang banyak mestinya disampaikan di ratas, atau rapat kabinet.
Tidak lantas disorong-sorong seperti ini," imbuh Jokowi.

"Itu coba di cek (Perpres) atas usulan siapa?" pungkas Jokowi.
 
Sekadar diketahui, berdasarkan website Setkab.go.id, usulan kenaikan DP itu datang dari Ketua DPR Setya Novanto, dengan nilai DP Rp 250 juta, lebih tinggi dibandingkan DP di masa Presiden SBY sebesar Rp 116 juta. Setkab lantas mengkajinya dan setelah berkonsultasi dengan Menkeu, maka diputuskan DP mobil pejabat negara Rp 210 juta.

Source : http://news.detik.com/read/2015/04/05/165607/2878401/10/

Jokowi Kaji Ulang Kebijakan Uang Muka untuk Mobil Pejabat

Jokowi Kaji Ulang Kebijakan Uang Muka untuk Mobil Pejabat


 Presiden Joko Widodo akhirnya angkat bicara soal kontroversi akan pemberian uang muka pejabat negara. Menurut dia, kebijakan itu keliru lantaran dikeluarkan di saat masyarakat tengah kesulitan. Jokowi pun berencana mengkaji ulang kebijakan tersebut.
"Saat ini bukan saat yang baik. Pertama karena kondisi ekonomi, kedua sisi keadilan, dan ketiga sisi BBM," kata Jokowi saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Minggu (5/4/2015).
Meski menandatangani peraturan presiden yang menambah jumlah uang muka bagi pembelian mobil itu, Jokowi menyatakan dirinya memang tidak mencermati satu per satu dokumen yang akan ditandatanganinya. Jokowi menyalahkan Kementerian Keuangan yang seharusnya bisa menyeleksi dampak kebijakan itu bagi masyarakat. Oleh karena itu, Jokowi pun akan kembali mengkaji perpres itu. (Baca: Jokowi Salahkan Kemenkeu soal Lolosnya Uang Muka untuk Mobil Pejabat)
"Coba saya lihat lagi. Tiap hari ada segini banyak yang harus saya tanda tangani. Enggak mungkin satu-satu saya cek kalau sudah satu lembar ada 5-10 orang yang paraf atau tanda tangan apakah harus saya cek satu-satu?" kata dia.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan, Presiden Jokowi menaikkan uang muka pembelian kendaraan menjadi Rp 210,890 Juta. Jumlah ini naik dibandingkan tahun 2010 yang mengalokasikan tunjangan uang muka sebesar Rp 116.650.000.
Mereka yang mendapat uang muka ini adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (560 orang), anggota Dewan Perwakilan Daerah (132 orang), hakim agung (40 orang), hakim konstitusi (9 orang), anggota Badan Pemeriksa Keuangan (5 orang), dan anggota Komisi Yudisial (7 orang).
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, uang muka untuk pembelian mobil baru bagi pejabat negara bukan kali ini saja diberikan. Namun, pada tahun 2015, pemerintah memutuskan menambah jatah uang muka itu karena harga mobil meningkat akibat inflasi. (Baca: Menkeu: Inflasi, Uang Muka Beli Mobil untuk Pejabat Perlu Ditambah)
Sementara Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengaku usulan ini pertama kali dimintakan oleh Ketua DPR Setya Novanto. Awalnya, DPR meminta Rp 250 juta namun akhirnya setelah dikaji oleh Kementerian Keuangan menjadi Rp 210 juta. (Baca: Istana: Kenaikan Uang Muka untuk Beli Mobil Pejabat atas Permintaan Ketua DPR)
JAKARTA, KOMPAS.com
http://nasional.kompas.com/read/2015/04/05/16140481/Jokowi.Kaji.Ulang.Kebijakan.Uang.Muka.untuk.Mobil.Pejabat

Monday, 30 March 2015

Ahok Ungkap Penyebab Mengapa Dirinya Baru Sekarang Buka Bobrok DPRD Ke Publik



Ahok Ungkap Penyebab Mengapa Dirinya Baru Sekarang Buka Bobrok DPRD Ke Publik

Kisruh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan DPRD DKI hingga kini belum juga reda. Persoalan RAPBD DKI 2015 masih menjadi pemicunya.

Ahok mengaku bocornya APBD DKI Jakarta sudah dirasakannya semenjak Joko Widodo masih menjabat sebagai gubernur DKI. Namun kala itu, pihaknya tidak berani mengungkap lantaran partai penguasa berasal dari Demokrat.

"Dulu kami enggak ada presiden, Kapolri, dan Kejagung. Kamu bisa bayangkan enggak, enggak ada presiden terus Kabareskrimnya enggak jujur, mengerikan kan? Bisa-bisa kami yang ditangkap. Nah, kalau sekarang kan jelas, kalau mau nangkapin orang," ujar Ahok kepada wartawan di Balai Kota, Jakarta, Jumat (27/3/15).

Terlebih, lanjut Ahok, dulu anggota DPRD DKI Jakarta mayoritas berasal dari Partai Demokrat. Sehingga, jika pihaknya mau berbuat sesuatu tentunya akan kalah.

Ahok mengaku bersama Jokowi yang saat itu masih menjabat sebagai gubernur lebih banyak diam melihat tingkah laku DPRD, yaitu melakukan permainan anggaran.

"Dari dulu juga kami sudah kecolongan, tapi saya sama Pak Jokowi waktu itu diam-diam dulu," tutupnya. 


Source : 
https://www.facebook.com/dukunganahok/photos/a.1619160674968692.1073741828.1619153268302766/1630015203883239/?type=1&fref=nf

Thursday, 26 March 2015

Ahok: Anggota DPRD kok Rasis

Ahok: Anggota DPRD kok Rasis
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok meninggalkan Balai Kota DKI Jakarta menemui Wapres Jusuf Kalla, Senin (23/3/2015). 
Ahok: Anggota DPRD kok Rasis
Gubernur DKI Jakarta,Basuki Tjahaja Purnama, mengatakan selama ini semua kalimat yang terlontar dari mulutnya dalam rapat mediasi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), masih lebih sopan dibandingkan dengan perkataan sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta.
"Waktu hak angket saya belum ngomong kasar. Saya cuma ngomong kotoran toilet kemarin di TV, dia lebih kasar bilang saya an**** bilang saya C*** Glodok. Kok tidak ada itu badan kehormatan memproses?" ungkap Ahok di Balai Kota, Kamis (26/3/2015).
Ia pun mengkritisi pernyataan Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi yang dianggapnya rasis dengan mengatakan 'pedagang Glodok' pada saat memberikan keterangan kepada wartawan Senin (23/3/2015).
"Terus si Pras itu apa tidak rasis bilang saya pedagang Glodok? Saya bukan pedagang Glodok bos! Saya tidak pernah dagang dari dulu, saya orang tambang. Emang hubungan Glodok apa sama saya? Rasis," ucapnya.
Mantan Bupati Belitung Timur ini pun menganggap pernyataan Pras tidak mencerminkan partai tempatnya bernaung. "Partai nasionalis tapi kelakuannya rasis. Itu ada undang-undang bisa dihukum loh," ucapnya.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2015/03/26/ahok-anggota-dprd-kok-rasis

Ahok: Kasarnya, Mereka Takut-takuti Saya agar Nego Terima Pokir

Kompas.com/Kurnia Sari AzizaGubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, di Balai Kota, Rabu (25/3/2015).

Ahok: Kasarnya, Mereka Takut-takuti Saya agar Nego Terima Pokir

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan angket yang digulirkan DPRD itu upaya untuk memakzulkan dirinya. Selain itu, lanjut dia, angket itu juga sebagai bentuk kekesalan DPRD karena Basuki tidak lagi menerima pokok pikiran (pokir) di dalam RAPBD.  

"Kasarnya gini aja lah, mereka ini takut-takutin saya supaya saya mau nego-nego terima pokir mereka. Gitu aja," kata Basuki, di Balai Kota, Kamis (26/3/2015).  

Basuki menegaskan, pihaknya tidak lagi menerima titipan pokir dari DPRD. Ia juga mengatakan, DPRD masih bisa mengusulkan pokir kepada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebelum pembahasan RAPBD DKI, yaitu pada musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang berlangsung pada Maret-Mei ini. 

Fakta yang terjadi saat ini adalah mereka menitipkan berbagai program dalam bentuk pokir seusai paripurna pengesahan APBD. Pokir seperti itulah yang dianggap oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai anggaran siluman.

"Saya sudah sampaikan pada DPRD, 1 sen pun tidak bisa titip pokir lagi di DKI kalau saya jadi Gubernur," kata pria yang biasa disapa Ahok itu.

Lagi-lagi terkait pokir DPRD ini, Basuki kembali menyebut mantan Ketua DPRD DKI Ferrial Sofyan (sekarang Wakil Ketua DPRD). Saat mediasi bersama Kementerian Dalam Negeri dan wawancara khusus dengan majalah Tempo, Ferrial mengaku terbiasa menitip usulan anggaran dalam bentuk pokir kepada pejabat SKPD DKI. 

Permasalahan pokir ini, menurut Ferrial, justru menjadi masalah saat DKI dipimpin Basuki. "Dulu beda bos, gubernurnya bukan Ahok (Basuki), kira-kira begitu. Jadi sekarang gimana caranya biar bisa nitip (pokir), ya singkirin Ahok dong dari Gubernur," kata Basuki.

JAKARTA, KOMPAS.com

http://megapolitan.kompas.com/read/2015/03/26/11164241/Ahok.Kasarnya.Mereka.Takut-takuti.Saya.agar.Nego.Terima.Pokir?utm_source=news&utm_medium=bp&utm_campaign=related&



Syafii Maarif: Sebagai Pemimpin, Sisi Positif Ahok Lebih Banyak

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG


Syafii Maarif

Syafii Maarif: Sebagai Pemimpin, Sisi Positif Ahok Lebih Banyak


 Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafii Maarif, menilai Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memang memiliki kelemahan dalam sisi etika. Namun, bagi Syafii, sisi positif yang dimiliki oleh Ahok (sapaan Basuki) jauh lebih banyak ketimbang sisi negatifnya.

Salah satu hal positif yang disoroti Syafii adalah keberanian Ahok membongkar dugaan praktik korupsi pada penyusunan anggaran di DKI Jakarta yang telah dibiarkan terjadi selama bertahun-tahun. 

"Sebagai pemimpin, sisi positifnya lebih banyak. Dia mau membongkar anggaran siluman yang sudah bertahan bertahun-tahun. Bagi saya, itu luar biasa. Saya puji keberaniannya itu," kata Syafii kepada Kompas.com, Kamis (26/3/2015). 

Karena itu, Syafii menganggap DPRD DKI tidak akan bisa menjatuhkan Ahok bila hanya didasarkan pada buruknya etika yang dimiliki mantan Bupati Belitung Timur itu. "Kalau mau menjatuhkan karena etika, itu terlalu lemah," ujar pria yang akrab disapa Buya itu. 

Meski menganggap etika sebagai satu-satunya kelemahan Ahok, Syafii menyarankan agar Ahok bisa memperbaiki aspek tersebut. Sebab, kata Syafii, seorang pemimpin haruslah memiliki kemampuan yang baik dalam komunikasi. Bagi Syafii pula, kemampuan yang baik dalam berkomunikasi tidak bisa dilepaskan dari baiknya etika. 

"Ahok memang harus belajar lebih sopan. Kalau bisa, dia harus belajargimana kultur Betawi. Apalagi kan sudah banyak yang menasihatinya, jadi kurangilah kata-kata kasar itu supaya komunikasinya lebih efektif," ucap Syafii Maarif.
JAKARTA, KOMPAS.com 

http://megapolitan.kompas.com/read/2015/03/26/13344021/Syafii.Maarif.Sebagai.Pemimpin.Sisi.Positif.Ahok.Lebih.Banyak

Friday, 13 March 2015

Ahok Kembalikan Dana Operasional Rp 4,8 Miliar ke Kas Daerah



Ahok Kembalikan Dana Operasional Rp 4,8 Miliar ke Kas Daerah

KEJUJURAN
Di lembar itu, Basuki juga menuliskan sebuah catatan agar sisa dana tersebut dikembalikan ke kas daerah. "Setor ke kas daerah," kata Basuki dengan paraf tertanggal 31/12/2014.
>>>>
Ahok Kembalikan Dana Operasional Rp 4,8 Miliar ke Kas Daerah
Rabu, 11 Maret 2015 | 12:56 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengembalikan sisa dana operasional 2014 sebesar Rp 4,8 miliar. Dana tersebut merupakan peninggalan mantan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang tidak digunakan selama empat bulan.

Bukti pengembalian dana operasional itu diunggah diwebsitewww.ahok.org, Selasa (10/3/2015) kemarin. Di laman tersebut, tertera dua lembar bukti pengembalian dana operasional gubernur. Pada lembar pertama, tertulis rincian penerimaan dan penggunaan anggaran, sementara lembar kedua merupakan bukti tanda terima pengembalian dana operasional ke kas daerah.

Dalam lembar tersebut, tertulis Jokowi saat menjadi Gubernur DKI tidak menggunakan dana operasional sebesar Rp 6,8 miliar. Dana operasional itu merupakan dana operasional yang diterima selama empat bulan, yakni April, Mei, Agustus, dan September 2014. Pada bulan itu, status Jokowi sebagai calon presiden RI 2014 dan sedang menjalani masa kampanye.

Dana operasional tersebut dialihkan Jokowi kepada Basuki yang menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta. Saat itu, Basuki menggunakan dana tersebut untuk beberapa kegiatan, seperti untuk bantuan gereja sebesar Rp 500 juta, bantuan rumah kaca Rp 250 juta, pengamanan Natal dan Tahun Baru Rp 220 juta, serta cadangan kebutuhan lain sebesar Rp 500 juta.

Selain itu, dana yang disetor ke wakil gubernur pada bulan Desember untuk cadangan kebutuhan lain ialah Rp 500 juta serta dana di bendahara yang juga untuk tambahan kebutuhan lain sebesar Rp 230 juta. Dengan demikian, total dana operasional yang digunakan ialah Rp 2 miliar.

Dalam lembar pengembalian dana operasional gubernur juga tertulis tidak ada pengeluaran lain yang dibutuhkan. Dengan demikian, saldo anggaran penunjang operasional gubernur dan wakil gubernur tahun 2014 ialah Rp 4,8 miliar serta akan dikembalikan ke kas daerah.

Di lembar itu, Basuki juga menuliskan sebuah catatan agar sisa dana tersebut dikembalikan ke kas daerah. "Setor ke kas daerah," kata Basuki dengan paraf tertanggal 31/12/2014.

Selama tahun 2014, dana operasional Basuki yang digunakan ialah Rp 22,07 miliar. Selama menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki mendapatkan dana operasional setiap bulan sebesar Rp 1,15 miliar dan setelah menjabat sebagai Gubernur DKI, dana operasional yang diterima mencapai Rp 1,7 miliar.
Penulis : Kurnia Sari Aziza
Editor : Ana Shofiana Syatiri

http://megapolitan.kompas.com/read/2015/03/11/12564201/Ahok.Kembalikan.Dana.Operasional.Rp.4.8.Miliar.ke.Kas.Daerah

Source : FB .Dahono Basuki

Wednesday, 11 March 2015

Ahok: Tak Ada Satu Detik Pun yang Tidak Kami Rekam dengan Kamera

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kanan) dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat di Balai Kota, Kamis (5/3/2015).

Ahok: Tak Ada Satu Detik Pun yang Tidak Kami Rekam dengan Kamera

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berharap proses rapat angket dapat berjalan transparan dan terbuka. Hal itu dilakukan agar tidak muncul rasa curiga dari warga Ibu Kota, khususnya, dalam pelaksanaan angket ini. 

Jika pelaksanaan rapat angket dilakukan secara terbuka, warga juga akan mengetahui bagaimana proses sebenarnya penyampaian APBD DKI 2015 ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).  

"Saya harapkan apa yang sudah digembar-gemborkan kita semua bahwa angket untuk membuat semua (permasalahan menjadi) terang benderang ke publik bisa ditunjukkan dengan membuat semua rapat angket terbuka," kata Basuki yang sedang terbaring sakit demam berdarah itu dalam pesan singkatnya, Selasa (10/3/2015) malam. 

Ia juga meminta kepada panitia hak angket DPRD DKI untuk mengizinkan staf humas Pemprov DKI merekam seluruh aktivitas proses rapat angket. [Baca: Esok, Panitia Hak Angket Panggil Ketua DPRD]

"Tidak ada satu detik pun yang tidak kami rekam dengan kamera. Saya sudah minta Humas Pemda juga untuk masuk (ke ruang rapat). Semoga tim angket mengizinkan (Humas DKI merekam rapat) sesuai komitmen transparansi kita semua," ujar pria yang biasa disapa Ahok itu.  

Diberitakan sebelumnya, panitia hak angket akan memanggil Tim 20 penyusun e-budgeting pada APBD DKI 2015. Hasil hak angket akan diumumkan pada rapat paripurna 10 hari mendatang. 

Ketua Panitia Hak Angket Ongen Sangadji mengatakan, sejak hak angket diparipurnakan pada 26 Februari lalu, jajarannya mendapatkan hasil bahwa APBD DKI 2015 senilai Rp 73,08 triliun yang dikirim ke Kemendagri bukanlah hasil pembahasan. 

Hal itu didapatkan dari pemanggilan anggota Badan Anggaran dan Dokumen APBD yang didapat dari Kemendagri. [Baca: Tim Pansus Hak Angket Panggil Pimpinan Banggar, Apa Kesimpulannya?] 

"Kami sudah mengirimkan surat kepada Tim e-budgeting untuk hadir pada pukul 10.00 pagi besok. Sorenya kami akan meminta keterangan Pak Ketua, Prasetio Edi Marsudi. Semua ini dilakukan agar semua jelas," kata Ongen. [Baca: Besok, Panitia Hak Angket DPRD Panggil Tim "E-budgeting"]

Pemanggilan Tim 20 penyusun e-budgeting untuk mencocokkan isi dari kegiatan yang telah dikunci dengan kegiatan yang ada dalam APBD DKI 2015 hasil rapat paripurna. 

Sementara pemanggilan Ketua DPRD Prasetio, lanjut Ongen, untuk meminta keterangan perihal surat yang dikirimkan ke Kemendagri pada 5 dan 23 Februari yang membantah bahwa APBD milik Pemprov DKI bukanlah APBD hasil pengesahan rapat paripurna.

http://megapolitan.kompas.com/read/2015/03/10/20400181/Ahok.Tak.Ada.Satu.Detik.Pun.yang.Tidak.Kami.Rekam.dengan.Kamera?utm_campaign=popread&utm_medium=bp&utm_source=news

Survei LSI: Lebih dari 60 Persen Publik Percaya Komitmen Ahok

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menemui pendukungnya, Sumery asal Bekasi yang mengidolakannya, di pendopo Balai Kota, Selasa (3/3/2015).

Survei LSI: Lebih dari 60 Persen Publik Percaya Komitmen Ahok

Salah satu temuan survei terbaru (quickpoll) Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, secara khusus memotret opini publik terkait kisruh antara Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama "Ahok" versus DPRD DKI soal APBD 2015. 

Hasinya, 60,77 % publik menyatakan percaya dengan komitmen Ahok untuk pemerintahan yang bersih. 

"Hanya sebesar 22,65 % yang percaya dengan komitmen DPRD Jakarta untuk pemerintahan yang bersih," ujar moderator LSI, Ade Mulyana, Selasa (10/3/2015). 

Data tersebut diperoleh menggunakan multistage random sampling dalam menarik sampel sebanyak 1.200 responden. Dengan estimasi margin of error sebesar 2,9 %. 

Selain survei, kata Ade, lembaganya juga melengkapi data dan analisis melalui riset kualitatif dengan metode in depth interview, FGD (focus group discussion), dan analisis media. "Survei dilakukan pada tanggal 3 – 4 Maret 2015 di 33 Provinsi di Indonesia," ucap Ade. 

Hasil survei tersebut disampakan langsung di kantor pusat LSI Denny JA, Jalan Pemuda No. 70 Rawamangun, Jakarta Timur. Survei tersebut diklaim LSI Denny JA atas biayai sendiri.

http://megapolitan.kompas.com/read/2015/03/10/14314291/Survei.LSI.Lebih.dari.60.Persen.Publik.Percaya.Komitmen.Ahok

Alasan Publik Lebih Berpihak pada Ahok daripada DPRD

Dari kiri ke kanan: Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, saat melakukan pertemuan perihal APBD 2015, di kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (4/3/2015).

Alasan Publik Lebih Berpihak pada Ahok daripada DPRD

Dari hasil riset kualitatif yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, ada tiga alasan mengapa publik lebih mempercayai Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Purnama dibanding DPRD Jakarta dalam kisruh APBD DKI. 

"Pertama, Ahok dipercaya lebih jujur, punya integritas, dan berkomitmen memberantas korupsi dibanding anggota DPRD," ujar moderator LSI, Ade Mulyana di kantor LSI, Jalan Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (10/3/2015). 

Menurut hasil LSI, publik menilai sepak terjang Ahok sejak menjadi Wakil Gubernur sangat mengesankan. Mantan Bupati Belitung Timur itu dinilai tegas, berani, dan lugas sehingga publik yakin, hal tersebut menjadi komitmen Ahok untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih. 

"Publik juga menilai track record Ahok yang selalu berani memulai sesuatu yang dinilainya benar," ucap Ade. 

Alasan lain unggulnya Ahok daripada DPRD, adalah rendahnya kepercayaan publik terhadap anggota partai politik (parpol) di DPRD. [Baca: Survei LSI: Lebih dari 60 Persen Publik Percaya Komitmen Ahok]

Berdasarkan hasil survei, publik kehilangan kepercayaan terhadap komitmen anggota parpol untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. 

"Bahkan publik lebih percaya bahwa anggota partai hanya mementingkan kepentingan pribadi dan partainya. Publik juga percaya, bahwa permainan anggaran di APBD digunakan anggota partai untuk mengumpulkan dana pribadi dan partai," ucap Ade. 

Selain itu, keterbukaan Ahok dalam membuka jeroan APBD, semakin meyakini publik jika informasi yang disampaikan Ahok soal anggaran siluman memang benar. 

Khususnya, sikap publik yang percaya sepenuhnya terhadap pernyataan Ahok terkait anggaran siluman yang totalnya bernilai Rp 12,1 triliun. 

"Publik percaya bahwa ada uang negara yang sengaja diotak-atik oleh pihak tertentu. Hasil survei menunjukkan, 72.80 persen publik percaya bahwa anggaran siluman yang disampaikan Ahok benar," ujarnya. 

Survei tersebut melibatkan 1.200 responden pada tanggal 3– 4 Maret 2015 di 33 Provinsi di Indonesia. 

Survei itu, menggunakan multistage random sampling dalam menarik sampel dan menggunakan metode in depth interview, FGD (focus group discussion), dan analisis media untuk melengkapi data dan analisis melalui riset kualitatif. 

Dengan estimasi margin of error sebesar 2,9 persen, hasil survei menyebutkan, 60,77 persen publik menyatakan percaya dengan komitmen Ahok untuk pemerintahan yang bersih. Sementara, hanya sebesar 22,65 persen yang percaya dengan komitmen DPRD Jakarta untuk pemerintahan yang bersih.

http://megapolitan.kompas.com/read/2015/03/10/14565331/Alasan.Publik.Lebih.Berpihak.pada.Ahok.daripada.DPRD

Saturday, 7 March 2015

DPRD DKI Dinilai Semakin Panik Hadapi Sepak Terjang Ahok

DPRD DKI Dinilai Semakin Panik Hadapi Sepak Terjang Ahok
DPRD DKI Dinilai Semakin Panik Hadapi Sepak Terjang Ahok
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta terkesan terlalu meremehkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sejak awal menjabat. Apalagi, melihat Ahok yang sudah tak memiliki parpol saat ini.
Demikian disampaikan oleh Direktur Ekskutif Indostrategi Andar Nubowo saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, Jumat (6/3/2015)
"Tapi ternyata Ahok ini cukup cerdas dalam menghadapi DPRD. Meski tidak punya parpol, dia berhasil ambil simpati publik Jakarta dan nasional," kata Andar.
Artinya, menurut Andar, kalkulasi politik DPRD yang remehkan Ahok ini sangat keliru. Ahok justru didukung publik atas sikap dan tindakannya yang berani ungkap intransparansi APBD DKI Jakarta.
Andar sudah menduga bahwa kericuhan terjadi saat mediasi di Kemendagri kemarin, lantaran Ahok tengah memancing via Anas Effendie, siapa sebenarnya aktor di balik 'dana siluman' Rp 12,1 Triliun di RAPBD DKI tersebut.
"Tampak sekali, pancingan Ahok berhasil membuat anggota DPRD panik dan meradang. Buntutnya, Ahok diserang dari segi etika. Padahal kalau DPRD tak terpancing emosinya, kisruh bisa dihindari. Jika anggota DPRD tetap fokus dengan substansi masalah, mungkin masalahnya tidak semakin ruwet seperti sekarang ini," kata Andar.
Peristiwa tersebut, lanjut Andar terlihat jelas bahwa ada kepanikan di tubuh DPRD DKI Jakarta. Ini bisa jadi bumerang. Sebab, alih-alih ingin menuding Ahok melanggar etika, dengan melihat kondisi sekarang, publik justru menilai DPRD melakukan tindakan sarkastik.
"Jadi sekarang pendekatan hukum harus dilibatkan. Yakni KPK dan Kejagung segera tindaklanjuti lampiran dana siluman itu. Pendekatan hukum dalam hal ini bisa lebih ampuh atasi polemik ini daripada pendekatan politik atau etik," kata Andar.

http://www.tribunnews.com/nasional/2015/03/06/dprd-dki-dinilai-semakin-panik-hadapi-sepak-terjang-ahok